Pemilik platform media sosial X (dulu Twitter), Elon Musk mengumumkan rencananya untuk menghapus layanan X yang sebelumnya bernama Twitter dari Eropa. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap peraturan baru yang diberlakukan untuk platform internet di wilayah tersebut. Aturan tersebut mewajibkan platform media sosial untuk membersihkan konten negatif dan tidak akurat dari platform mereka. Jika tidak mematuhi aturan tersebut, penyedia platform dapat dikenakan denda sebesar 6% dari total pendapatan mereka di wilayah Eropa.
Komisioner Eropa untuk pasar internal, Thierry Breton, mengirim surat kepada para bos raksasa teknologi, termasuk Elon Musk, sebagai tindak lanjut dari konflik yang terjadi antara kelompok Hamas dan Israel di Timur Tengah. Konten yang tersebar di platform X dan platform lainnya diduga ikut memperburuk situasi karena banyaknya konten sesat yang tersebar melalui platform tersebut.
Dilaporkan oleh Insider, Elon Musk sangat frustrasi dengan tuntutan untuk mematuhi aturan Digital Services Act (DSA). Suatu sumber mengatakan bahwa Musk berencana untuk menghentikan layanan X di wilayah Eropa karena merasa tak mampu memenuhi aturan DSA yang berlaku di pasar tersebut. Jika ini benar, hal ini akan serupa dengan yang terjadi pada Meta, di mana anak aplikasinya yang terbaru, Threads, diblokir di Eropa.
Kekhawatiran Elon Musk akan denda sebesar 6% tidaklah tidak beralasan. Pasalnya, perusahaan kesulitan untuk mematuhi aturan DSA karena mayoritas divisi ‘Trust and Safety’ yang bertugas memoderasi konten telah di-PHK. Elon Musk dan perwakilan X tidak merespon permintaan untuk mengonfirmasi kabar ini. Walau begitu, Musk mengumumkan di akun pribadinya di X bahwa laporan dari Insider salah.
Perwakilan Komisi Eropa juga menolak berkomentar mengenai hal ini. Namun, dalam peringatan terbaru yang diajukan kepada Facebook dan TikTok, tidak ada surat yang ditujukan kepada X.
Demikianlah artikel ini.