Berita  

Anjloknya Harga Saham J&T Setelah Baru Melakukan IPO di Hong Kong

Anjloknya Harga Saham J&T Setelah Baru Melakukan IPO di Hong Kong

Harga saham J&T Express turun 1,33% ketika melantai di bursa Hong Kong atau IPO pada Jumat (27/10) hari ini.

Layanan logistik asal Indonesia tersebut memulai perdagangan di angka 11.84 HKD pada Jumat pagi, setelah dibuka di 12 HKD.

J&T Express mengumpulkan pendapatan sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,92 triliun dari IPO ini. Ini merupakan IPO terbesar di bursa Hong Kong sepanjang 2023.

Beberapa investor layanan tersebut adalah nama-nama besar seperti raksasa teknologi China Tencent, perusahaan modal ventura asal Amerika Serikat Sequoia, firma ekuitas privat China Boyu, SF Express, serta perusahaan dana investasi khusus asal Singapura Temasek.

“Di kuartal ketiga 2023, aktivitas IPO global masih lesu karena kondisi makroekonomi dan geopolitik yang tidak menentu. Peringkat IPO global di Hong Kong turun ke posisi ke-8,” menurut laporan KPMG beberapa waktu lalu, seperti dilansir CNBC International, Jumat (27/10/2023).

“Pasar Hong Kong belum pulih seperti yang diharapkan. Kuartal ketiga masih akan melambat,” kata Irene Chu, partner di KPMG China.

Menurut laporan Reuters, J&T Express awalnya berharap bisa mengumpulkan dana sebesar US$ 1 miliar dari IPO ini. Namun, targetnya dipangkas setengah karena permintaan investor yang masih lemah.

“Perusahaan yang hendak IPO menjadi lebih realistis dengan harga penawaran mereka. Harga yang ditetapkan dapat turun hingga 50% atau bahkan 70%,” kata Ringo Choi, Asia-Pacific IPO Leader di EY.

China merupakan pasar terbesar bagi J&T. Layanan logistik ini mengirimkan hampir 83% dari total paketnya dari China tahun lalu.

Hal ini berkat kemitraan dengan perusahaan e-commerce China seperti Pinduoduo, serta anak perusahaan Alibaba (Taobao dan Tmall). J&T memiliki pangsa pasar logistik sebesar 10,9% di China pada tahun 2022, menurut prospektus perusahaan.

Secara total, J&T melayani pengiriman 14,5 miliar paket di China dan Asia Tenggara pada tahun 2022. Angka tersebut naik dari 11,5 miliar paket pada tahun 2020.

Di Asia Tenggara, J&T adalah layanan logistik terbesar dengan pangsa pasar sebesar 22,5% dari segi volume paket yang dikirimkan. Beberapa klien e-commerce J&T adalah Lazada, Tokopedia, dan Shopee.

Pada tahun 2022, J&T melaporkan keuntungan sebesar US$ 1,57 miliar. Namun, laporan keuangan mereka menunjukkan kerugian sebesar US$ 666,8 juta pada enam bulan pertama tahun ini.

“Dalam jangka panjang, untuk terus mewujudkan potensi pendapatan dan mencapai profitabilitas, kami berencana untuk meningkatkan volume paket dan pangsa pasar, mempertahankan strategi penetapan harga yang fleksibel, mengendalikan biaya, mempersempit kerugian kotor, meningkatkan margin kotor, serta meningkatkan leverage operasional,” kata J&T dalam prospektus mereka.

Mengenai risiko bisnis mereka di Indonesia, J&T menjelaskan dalam prospektusnya. Perusahaan J&T di Indonesia menghadapi risiko pelanggaran regulasi mengenai daftar negatif investasi (DNI). Regulasi DNI saat ini membatasi kepemilikan entitas asing atas perusahaan yang bergerak di bidang kurir hingga 49%.

J&T Global menjelaskan dalam prospektusnya bahwa mereka mendaftarkan PT Global Jet Express (nama perusahaan di Indonesia) sebagai perusahaan modal dalam negeri (PMDN).

“Kami melakukan bisnis kami melalui entitas afiliasi di Indonesia, perusahaan induk di Indonesia, dan anak usahanya. Kami memiliki kontrak dengan induk usaha di Indonesia, pemegang saham di RI baik korporasi maupun individu,” tulis prospektus J&T.

Perjanjian ini memberikan J&T Global kendali efektif atas entitas konsolidasi afiliasi di Indonesia, mendapatkan seluruh manfaat ekonomi dari Indonesia, dan memiliki opsi untuk membeli seluruh saham perusahaan di Indonesia jika hukum di Indonesia mengizinkan.

Di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, PT Global Jet Express tercatat sebagai perusahaan dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Namun, dalam prospektus J&T, PT Global Jet Express dinyatakan dimiliki 100 persen oleh Winner Star Holding Ltd. Winner Star kemudian dimiliki oleh Onwing Global Limited, yang dimiliki oleh J&T Global Express Limited yang berkedudukan di Cayman Island. Pemegang saham pengendali J&T Global Express adalah Jet Jie Lie, pendiri J&T.

Memperhatikan kasus ini, Partner Hotman Paris & Partners, Frank Alexander Hutapea mengatakan, kuncinya terletak pada Undang-Undang Penanaman Modal Pasal 33 dan Undang-Undang Pos Pasal 12.

Dalam peraturan hukum ini, disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian bisnis menggunakan nama orang lain.

“Menurut Undang-Undang Pos, jika PT tersebut adalah penanam modal asing (PMA), memiliki 49% saham saja tidak cukup, ada kewajiban lain,” ujarnya kepada CNBC Indonesia.

“Mohon ditanyakan kepada kementerian terkait, apakah ini melanggar Undang-Undang Investasi dan apakah nominee melalui contractual arrangement itu dilarang? dan apakah ini adalah nominee?” kata Frank.

Ini karena adanya ketidaksesuaian dalam prospektus di mana J&T Global Express sebelumnya mengaku tidak memiliki saham apa pun di Indonesia.

Diketahui, J&T memulai bisnisnya di Indonesia dan kemudian secara perlahan berekspansi ke luar negeri dengan berkolaborasi dengan beberapa e-commerce. J&T menyediakan layanan logistik kepada e-commerce seperti Taobao milik Alibaba Group, Shein, dan TikTok milik ByteDance.