Penyebab Penyebaran Disinformasi yang Dihasilkan oleh Kecerdasan Buatan (AI)
Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dahulu dianggap sebagai ancaman yang dapat menggantikan peran manusia dalam pekerjaan yang mengandalkan otomatisasi. Namun ternyata, dampak negatif AI tidak hanya sebatas itu.
Banyak risiko dan dampak buruk yang terjadi jika penerapan AI tidak diatur atau tidak dimitigasi. Mira Tayyiba, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyebutkan bahwa insiden terkait AI terus meningkat. Menurut data dari Universitas Stanford dalam rentang waktu 2012-2022, peningkatan tersebut mencapai 26 kali lipat.
“Penyebaran disinformasi yang dihasilkan oleh AI juga perlu menjadi perhatian utama bagi semua pihak karena dapat disalahgunakan untuk memanipulasi opini publik dan memicu perselisihan, yang pada akhirnya dapat mengganggu layanan publik, ketertiban sosial, dan stabilitas ekonomi,” jelas Mira pada Forum Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (FEDK) VI pada tanggal 31 Oktober 2023.
I Nyoman Adhiarna, Sekretaris Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, juga menyinggung mengenai disinformasi yang dapat digunakan dengan menggunakan teknologi AI. Dalam hal ini, informasi yang salah sulit dibedakan dari fakta sebenarnya.
Salah satu contohnya adalah tersebarnya video Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang berpidato menggunakan bahasa Mandarin. Padahal dalam penjelasan Kementerian Komunikasi dan Informatika, video tersebut berasal dari kanal The U.S. – Indonesia Society (USINDO) pada tanggal 13 November 2015.
Video tersebut kemudian diubah dengan menggunakan teknologi deepfake. Padahal pada pidato tersebut, Jokowi tidak menggunakan bahasa Mandarin.
“Menciptakan ruang digital yang bersih dan sehat menjadi tidak mudah. Disinformasi menciptakan gangguan di masyarakat, sehingga sulit untuk membedakan informasi yang benar dan hoaks,” kata Adhiarna.
“Contoh pidato presiden dalam bahasa Mandarin merupakan contoh pemanfaatan AI untuk disinformasi, sehingga masyarakat bisa terpengaruh,” tambahnya.
Adhiarna juga mengingatkan pentingnya menjaga ruang digital dengan aman, terutama mengingat Indonesia akan menghadapi pemilihan umum pada tahun 2024 mendatang.
“Kita harus mampu menjaga ruang digital agar tetap aman dan bersih, terutama dalam menghadapi perhelatan politik,” jelas Adhiarna.
Dengan demikian, perlu adanya upaya yang lebih serius dalam melindungi masyarakat dari dampak buruk yang ditimbulkan oleh AI, terutama dalam hal penyebaran disinformasi.