Berita  

Joe Biden Dihantui Tuntutan Tebusan oleh Pelaku Pencurian Data

Joe Biden Dihantui Tuntutan Tebusan oleh Pelaku Pencurian Data

Seiring perkembangan teknologi, penjahat siber pun semakin banyak bermunculan. Modus mereka beragam untuk mengelabui korban.

Paling santer akhir-akhir ini adalah penjahat siber yang menyandera data dan meminta tebusan. Biasanya, target utama mereka adalah institusi pemerintah dan perusahaan.

Untuk melawan tindakan para penyandera data, 40 negara sepakat untuk tidak membayar tebusan jika mereka menjadi korban serangan ransomware.

Mereka tergabung dalam sebuah aliansi yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS). Seorang pejabat senior di Gedung Putih menyatakan bahwa aliansi ini mengambil tindakan untuk menghilangkan sumber pendanaan para peretas.

Inisiatif Penanggulangan Ransomware Internasional muncul ketika jumlah serangan ransomware meningkat di seluruh dunia. AS merupakan negara yang paling terdampak, dengan 46% serangan ransomware terjadi di negara tersebut.

“Selama masih ada aliran uang ke penjahat ransomware, masalah ini akan terus berkembang,” kata Anne Neuberger, wakil penasihat keamanan nasional AS di pemerintahan Biden untuk bidang siber dan teknologi baru, dikutip dari Reuters pada Rabu (1/11/2023).

Dalam serangan ransomware, peretas mengenkripsi sistem organisasi dan meminta pembayaran tebusan sebagai imbalan untuk membuka kunci sistem tersebut.

Ser often peretas juga mencuri data sensitif dan menggunakannya untuk mengancam korban dan mengungkapkannya dalam forum online jika tebusan yang diminta tidak dibayar.

Meskipun ratusan perusahaan menjadi korban setiap tahunnya, serangan ransomware tingkat tinggi terjadi di AS dalam dua bulan terakhir terhadap operator kasino MGM Resorts International dan produsen produk pembersih Clorox. Kedua perusahaan tersebut belum pulih sepenuhnya dari gangguan tersebut.

Inisiatif baru yang dilakukan oleh aliansi ini bertujuan untuk menghilangkan sumber pendanaan para penjahat melalui pembagian informasi yang lebih baik tentang rekening pembayaran tebusan.

Dua platform berbagi informasi akan dibuat, salah satunya oleh Lituania dan satu lagi oleh Israel dan Uni Emirat Arab (UEA).

Negara-negara anggota aliansi akan membagikan “daftar hitam” melalui Departemen Keuangan AS yang berisi informasi tentang dompet digital yang digunakan untuk memindahkan pembayaran ransomware, kata Neuberger.

Dia juga menambahkan bahwa upaya ini akan menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis blockchain dengan tujuan mengidentifikasi dana terlarang.

Menurut perusahaan analisis blockchain Chainalysis pada bulan Juli, volume pembayaran kripto kepada peretas ransomware mencapai rekor tertinggi kedua.

[Gambas:Video CNBC]

Selanjutnya: Joe Biden Blokir 42 Perusahaan China Gegara Bantu Putin.

(fab/fab)