Berita  

Pakar Mengungkap Fakta Mengerikan di Balik Serangan Bom Besar Israel

Serangan bombardir Israel melalui jalur udara selama hampir tujuh minggu di Gaza telah menewaskan lebih dari 15.000 orang dan meratakan sebagian besar wilayah kecil namun padat penduduk di Gaza.

Para analis mengatakan skala kehancuran di Gaza tidak hanya disebabkan oleh intensitas bom Israel, tetapi juga karena ukuran bom yang digunakan.

“Ini melampaui apa pun yang pernah saya lihat dalam karier saya,” kata Marc Garlasco, penasihat militer untuk organisasi Belanda PAX dan mantan analis intelijen senior di Pentagon.

Dia mengatakan perbandingan sejarah mengenai banyaknya bom besar yang digunakan di wilayah sekecil Gaza, seperti melihat kembali perang Vietnam atau Perang Dunia-II.

Menurut pejabat senior militer AS, sekitar 90% amunisi yang dijatuhkan Israel di Gaza dalam dua minggu pertama serangan adalah bom berpemandu satelit seberat 1.000 hingga 2.000 pon.

Garlasco mencatat bahwa bom-bom ini berukuran sangat besar dan digunakan dalam skala besar meskipun Israel juga memiliki ribuan bom kecil dari Amerika Serikat (AS) yang dirancang untuk meminimalkan kerusakan.

Sebagai perbandingan, para pejabat militer AS merasa bahwa bom udara seberat 500 pon itu terlalu besar untuk digunakan terhadap sebagian besar sasaran ISIS di wilayah perkotaan Mosul, Irak, dan Raqqa, Suriah.

Jalur Gaza sendiri hanya berukuran 141 mil persegi dengan populasi sekitar dua juta orang, yang menjadikannya salah satu tempat terpadat di dunia.

Militer Israel mengklaim bahwa anggota Hamas tinggal di antara warga sipil di Gaza dan mereka menggunakan jaringan terowongan yang rumit di bawah kota untuk berlindung dan mengangkut senjata.

Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel Jonathan Conricus mengatakan bahwa strategi Hamas untuk memasukkan dirinya ke Gaza adalah alasan utama mengapa ada korban sipil.

Menurut penyelidik senjata Brian Castner, bom-bom besar yang digunakan di Gaza dinilai cocok untuk menyerang infrastruktur bawah tanah seperti terowongan.

Meskipun hukum perang internasional tidak melarang pembunuhan terhadap warga sipil, Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa militer tidak boleh melakukan pengeboman tanpa pandang bulu di wilayah sipil dan harus meminimalkan dampak buruknya.

Castner menilai, serangan udara Israel bergerak terlalu cepat untuk mengurangi kerugian yang berdampak pada warga sipil.

Exit mobile version