Berita  

Ada jurang terbuka, matahari tumpah ke bumi

Matahari Mengeluarkan Angin Surya yang Dihantam Bumi

Jakarta, CNBC Indonesia – Bumi dihantam oleh angin surya dahsyat yang berasal dari lubang raksasa di atmosfer Matahari. Lubang tersebut memiliki ukuran 60 kali diameter Bumi.

Lubang dalam atmosfer Matahari tersebut disebut sebagai lubang korona. Menurut Science Alert, lebarnya mencapai 800.000 kilometer di titik terjauhnya. Sebagai perbandingan, diameter Jupiter “hanya” 140.000 kilometer, sedangkan diameter Bumi adalah 12.724 kilometer.

Lubang korona berbeda dengan fenomena lain yang lebih sering terjadi seperti bintik surya, suar surya, dan lontaran massa matahari. Bintik surya adalah bintik yang tercipta sementara di lokasi dengan medan magnet lebih kuat dibanding yang lain.

Suar surya dan lontaran massa adalah erupsi yang tercipta akibat lepasan energi saat medan magnet putus atau saling terhubung.

Lubang korona adalah wilayah raksasa tempat medan magnet Matahari terbuka. Tidak seperti bintik Matahari, lubang korona tidak bisa terlihat dengan mata. Bolongan besar baru tampak melalui pancaran sinar ultraviolet. Sebuah wilayah luas tampak lebih “gelap” karena lebih dingin dibanding area di sekitarnya.

Seluruh peristiwa surya tersebut terjadi karena aktivitas magnetik Matahari yang sedang menuju puncaknya, yang disebut sebagai Solar Maximum. Titik teraktif Matahari diperkirakan terjadi pada tahun 2024.

Badai surya di Bumi

Pada 2 Desember, lubang raksasa Matahari menghadap langsung ke Bumi. Hasilnya, angin surya menghantam Bumi sepanjang 4 dan 5 Desember.

Angin surya terus terembus dari Matahari karena medan magnet yang terbuka lebar. Partikel surya dan plasma ikut terembus ke seluruh Tata Surya dan berpengaruh ke semua planet.

Berdasarkan data NOAA, badai Matahari yang tercipta tergolong kategori G1 dan G2. Badai Matahari itu termasuk ringan, sehingga dampaknya tidak terlalu dirasakan oleh manusia di Bumi.

Menurut Science Alert, badai surya terjadi saat partikel dari Matahari membentur atmosfer Bumi kemudian tersebar mengikuti garis medan magnet menuju kedua kutub Bumi. Di kutub, partikel tersebut kembali bergerak lapisan atmosfer terluar. Di sana, partikel surya berinteraksi dengan partikel di ionosfer yang menciptakan sinar aurora.

Jika badai yang tercipta berkekuatan tinggi, operasi satelit, kabel listrik, komunikasi radio, dan sistem navigasi akan terpengaruh. Pada level G1 dan G2, dampaknya sangat minimum.

Badai surya yang terjadi akibat lubang korona cenderung pasif dibanding dengan badai akibat letupan massa korona atau suar surya. Dalam peristiwa suar surya dan letupan massa, partikel terdorong oleh “gejolak” di Matahari. Dalam peristiwa lubang korona, partikel Matahari hanya “menemukan jalan keluar” dari atmosfer.

Hingga menuju puncak aktivitas pada 2024, aktivitas Matahari terus menciptakan fenomena di Bumi. Bahkan, aurora yang terbentuk di Bumi tampak lebih “aktif” dan terjadi di lapisan yang lebih rendah dari biasanya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya
Ahli Temukan Lokasi Neraka, Miliaran Kali Panas Matahari

(dem/dem)

Exit mobile version