Uni Eropa sedang menyelidiki media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter. Penyelidikan ini terkait dengan banjirnya postingan tentang perang Gaza di platform yang dimiliki oleh miliarder Elon Musk tersebut.
Kawasan tersebut memiliki aturan yang disebut DSA (Digital Service Act) yang mulai berlaku sejak November 2022 lalu. Seorang pejabat senior mengatakan bahwa penyelidikan ini bukan karena adanya pelanggaran yang dilakukan.
“Pada tahap ini, tindakan yang kami ambil bukan untuk menyatakan bahwa X bersalah atas pelanggaran atau menyimpulkan bahwa X sebenarnya melanggar DSA. Namun kami memiliki alasan kuat untuk menyelidiki area ini dengan rinci,” ucap seorang pejabat senior Uni Eropa, seperti yang dikutip dari Reuters, Selasa (19/12/2023).
Pihak platform juga telah memberikan tanggapannya terkait hal ini. Mereka menyatakan bahwa X berkomitmen untuk mematuhi aturan dan bekerja sama dengan pihak terkait.
“Proses ini penting agar tetap bebas dari pengaruh politik dan mengikuti hukum,” kata perusahaan.
Komisi Uni Eropa menyatakan bahwa mereka akan fokus pada upaya untuk melawan penyebaran konten ilegal di kawasan tersebut, termasuk langkah untuk memerangi manipulasi informasi, termasuk sistem catatan komunitas atau community notes.
Catatan komunitas ini diluncurkan oleh X pada awal tahun ini, yang memungkinkan pengguna untuk berkomentar pada postingan untuk menandai konten yang dianggap menyesatkan atau salah. Ini merupakan pengecekan fakta secara crowd-sourcing menggunakan pengguna, dan tidak lagi dilakukan oleh tim pemeriksa fakta.
DSA mengatur soal moderasi konten, privasi pengguna, dan transparansi. Aturan ini juga mewajibkan platform untuk mengatasi konten ilegal dan risiko pada keamanan publik. Uni Eropa juga memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar ketentuan DSA, yaitu perusahaan akan didenda hingga 6% dari omset tahunannya di Eropa.