Berita  

Mengapa Indonesia Merugi Dari Kehadiran Banyak YouTuber dan TikToker?

Mengapa Indonesia Merugi Dari Kehadiran Banyak YouTuber dan TikToker?

Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama mengatakan banyaknya YouTuber dan TikToker tidak membuat Indonesia untung. Dia menilai banyaknya pembuat konten video di Indonesia justru lebih banyak menguntungkan pemilik platform dan media sosial.

“Banyak yang datang kita, bilang bagus, karena mereka sudah punya jutaan konten kreator. Itu hanya buat konten kreator baru, dia yang untung, pembaginya makin banyak. Sizenya tetap sama, digital adex [iklan digital] cuma segitu,” kata Wishnutama.

Komisaris Utama Telkomsel itu menilai banyak yang salah kaprah membaca data ekonomi digital. Platform digital asing, kata dia, kerap membanggakan banyaknya pembuat konten di Indonesia sebagai gambaran atas dampak kehadiran mereka di di sini.

Menurutnya, pihak yang untung dengan bertambahnya konten kreator, seperti YouTuber yang aktif membuat konten video atau TikToker dengan video pendeknya, hanyalah para pemilik platform streaming dan media sosial. Warga RI justru rugi karena potensi pendapatan iklan mereka justru makin menyusut karena jumlah pesaing terus bertambah.

Hal yang sama juga berlaku di sektor ecommerce. Ia menilai penambahan UMKM di platform digital tidak berdampak besar kepada perekonomian karena hanya memindahkan ekonomi dari offline ke online.

Oleh karena itu, Wishnutama menilai konsep ekonomi digital yang saat ini dilakukan Indonesia patut dievaluasi. Indonesia, kata dia, harus memanfaatkan teknologi dan platform digital untuk menciptakan ekonomi baru.

“Wishnutama juga mempresentasikan data perekonomian digital Indonesia yang menggambarkan dominasi asing. Berdasarkan data, nyaris semua komponen ekonomi digital Indonesia dikuasai asing. Satu-satunya komponen ekonomi digital Indonesia yang didominasi lokal adalah sektor keuangan.

Sebesar 94 persen dari komponen ekonomi digital Indonesia 2022 yang mencapai Rp 352 triliun dikuasai oleh lokal. Di sektor mobilitas, lokal juga masih mampu menguasai 51 persen dari Rp 53 triliun.

Penguasaan asing paling tinggi ada di sektor media dan iklan, menyisakan 35 persen dari Rp 88 triliun untuk pengusaha lokal. Di sektor e-commerce, pangsa pasar lokal adalah 44 persen dari Rp 877 triliun.

Exit mobile version