Artificial Intelligence (AI) menjadi momok menakutkan bagi negara yang akan menyelenggarakan pemilu. Termasuk di Amerika Serikat (AS) yang akan melakukan pemilihan presiden tahun depan, hingga Indonesia pada 14 Februari 2024.
Nathan Lambert yang merupakan peneliti machine learning di Allen Institute for AI menyebut pemilu AS akan kacau karena teknologi canggih itu. Dia merujuk pada penggunaan tools AI seperti ChatGPT dan Dall-E dalam membuat konten pemilu.
“Hal ini akan menjadi kekacauan besar. Apakah orang mengaitkan penggunaan tersebut dengan kampanye, pelaku kejahatan atau perusahaan seperti OpenAI,” kata Lambert, dikutip dari Venture Beat, Selasa (26/12/2023).
Di sisi lain, politik bakal memperlambat upaya meregulasi AI. Di AS, khususnya, Lambert mengatakan aturan soal AI tak akan bisa dibuat tahun depan karena adanya pemilu.
Dia menambahkan masyarakat dapat melihat posisi para kandidat terkait AI di masa depan. Termasuk bagaimana teknologi itu disalahgunakan dan ditangani.
“Saya pikir pemilu AS akan jadi faktor penentu terbesar dalam narasi melihat posisi apa yang yang diambil oleh kandidat dan bagaimana orang menyalahgunakan produk AI dan bagaimana atribusi diberikan dan cara media menanganinya,” kata Lambert.
Jelang pemilu AS tahun depan, penggunaan AI memang telah banyak menunjukkan tanda bahaya. misalnya gambar dan audio Donald Trump versi AI. Di Indonesia, tersebar video Presiden Joko Widodo (Jokowi) pidato dalam bahasa Mandarin.
Ketakutan adanya bencana yang dihasilkan AI juga dirasakan oleh banyak masyarakat. Ini terlihat dari jajak pendapat dari The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research dan University of Chicago Harris School of Public Policy.
Survei itu mengatakan 6 dari 10 orang dewasa (58%) mengungkapkan tools AI bakal meningkatkan penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan saat pemilu nanti.