Berita  

Mengambil Pelajaran dari Kejatuhan Kodak: Kegagalan Perusahaan Besar Akibat Kepemimpinan Tidak Inovatif

Mengambil Pelajaran dari Kejatuhan Kodak: Kegagalan Perusahaan Besar Akibat Kepemimpinan Tidak Inovatif

Jakarta, CNBC Indonesia – Kodak mungkin tidak asing bagi orang-orang yang lahir sebelum tahun 2000. Namun bagi generasi Z, bisa jadi tidak mengetahui bahwa nama itu adalah perusahaan raksasa di bidang fotografi.

Periode 90-an adalah tahun kejayaan Kodak dengan produk kamera manual dan film seluloidnya. Namun, untuk mengabadikan momen, harus menyiapkan kamera dan rol film. Tidak seperti kamera digital, untuk melihat hasilnya, film harus dicuci dan dicetak terlebih dahulu.

Adapun Kodak didirikan oleh George Eastman pada 1888. Sayang, kebesaran nama Kodak harus terhenti pada 2013. Alasannya sepele yakni para bos takut akan perubahan dan gagal melihat tantangan zaman.

Menarik ke kisah awal mula dunia fotografi, kamera tidak berbentuk praktis seperti sekarang. Dahulu kamera berukuran besar. Kira-kira seukuran microwave. Hanya untuk mengabadikan gambar, fotografer perlu membawa tripod besar, plat kaca, dan berbagai zat kimia.

Sebagaimana dipaparkan Elizabeth Brayer dalam George Eastman: A Biography (2006), saat itu Eastman sadar hobinya sangat mahal, sehingga dia memutar otak supaya keluar lebih sedikit uang. Kebetulan tak lama terbit jurnal ilmiah terkait formula kimia untuk menghasilkan satu gambar dari kamera.

Dia membaca secara saksama dan mempraktikannya agar lebih sempurna selama 3 tahun. Tak terhitung berapa kali dia gagal, yang pasti setelah ratusan kali mencoba, Eastman berhasil membuat pelat kering dalam fotografi yang membuat orang tak lagi repot-repot membawa bahan kimia.

Plat kering itulah yang kemudian dipatenkan dan membuat pegawai bank itu terjun ke bisnis fotografi di bawah bendera Eastman Dry Plate Company pada 1881. Tujuh tahun kemudian, dia bersama William Hall Walker melahirkan kamera analog modern bernama Kodak.

Gara-gara Kodak, orang-orang tak lagi susah payah membawa peralatan fotografi yang besar. Hanya perlu memakai kamera seukuran genggaman tangan. Semua orang bisa mudah menggunakannya, baik profesional maupun amatir.

Tak heran, setelahnya nama Kodak membawa Eastman melambung tinggi. Berkat pabrikan ini pula dunia mengenal gambar warna-warni. Dia dikenal sebagai pengubah sejarah fotografi dunia.

Sayang, Kodak yang dikenal sebagai inovator pada zamannya malah berakhir bangkrut pada 2013. Alasannya seperti yang sudah disebut, takut akan perubahan dan gagal melihat tantangan zaman.

Kejadian ini bermula pada 1970-an. Insinyur Kodak, Steve Sasson, menemukan kamera digital, yang kini jadi kelaziman. Mengutip World Economic Forum, penemuan itu sebenarnya bisa membuat Kodak melangkah lebih jauh. Sayang, para pimpinan punya pikiran kolot. Tak paham kalau dunia fotografi tak pernah usai berinovasi.

“Itu bagus, tapi jangan kasih tahu ke siapapun,” ucap Sasson menirukan jawaban para bosnya, kepada New York Times.

Pimpinan menganggap temuan Sasson punya banyak kelemahan. Sebut saja seperti pemprosesan yang lama, resolusi rendah hingga bobot kamera yang besar. Bisa saja terwujud di tahun 1970-an, tapi itu sama saja membunuh eksistensi Kodak sebagai penghasil kamera analog. Jika dibiarkan, perusahaan bisa bangkrut.

Alhasil, mimpi lahirnya kamera digital dari Kodak terkubur. Akan tetapi, 2-3 dekade kemudian dunia fotografi berputar cepat. Kamera digital yang diremehkan muncul mengalahkan kamera analog. Pada titik ini, Kodak sudah kehilangan momentum sebab pabrikan lain sudah lebih dahulu membuat pondasi bisnis kamera digital.

Upaya mewujudkan inovasi baru sudah gagal. Akibatnya, semua ini menambah parah kesulitan finansial yang menimpa Kodak. Hingga akhirnya, perusahaan legendaris ini bangkrut pada 2013 silam.

(mkh/mkh)