Berita  

Startup senilai Rp344 T kini tidak berharga, karyawan panik karena belum menerima upah.

JAKARTA, CNBC Indonesia – Tidak semua bisnis akan berjalan lancar sesuai rencana, termasuk pada startup. Banyak startup yang bangkrut karena mengambil keputusan yang salah, seperti yang dialami oleh Byju, sebuah startup asal India yang valuasinya pernah mencapai US$ 22 miliar (Rp 344 triliun).

Hal ini membuat para pegawai Byju khawatir. Ternyata, para pegawai Byju sudah lama tidak menerima gaji mereka. Berdasarkan laporan Reuters, para pengajar di platform Byju sudah berbulan-bulan tidak menerima pembayaran.

“Saya dan banyak orang lain telah berhenti mengajar karena tidak masuk akal terus-menerus ‘bekerja sukarela’ untuk perusahaan,” kata Sukirti Mishra kepada Reuters melalui panggilan konferensi video.

Reuters melakukan wawancara dengan 60 pegawai Byju melalui panggilan konferensi video tersebut. Mishra sebelumnya mendapatkan gaji sekitar US$ 1.200 per bulan sebagai pengajar matematika di platform Byju.

Saat ini, Mishra bahkan harus menerima keluhan dan cacian dari murid yang kecewa karena menolak memberikan kelas akibat tidak menerima gaji yang telah lama tertunda.

Sebanyak 27.000 karyawan Byju yang tidak menerima gaji selama 3 bulan dilaporkan merencanakan unjuk rasa atau menggugat Byju.

Ada juga 280 pegawai Byju yang telah melaporkan perusahaan ke pemerintah karena pajak yang dipotong dari gaji mereka tidak disetor ke negara.

Reuters juga diundang ke tiga grup WhatsApp yang beranggotakan lebih dari 2.200 karyawan dan orang tua yang hak-haknya belum dibayarkan oleh Byju.

Pendiri dan CEO Byju, Byjy Raveendran, berusaha menenangkan pegawainya dan berjanji akan membayar gaji mereka setelah ia kembali mengendalikan perusahaan.

“Saya jamin, ketika kami kembali mengendalikan, gaji kalian akan dibayarkan segera,” kata Raveendran.

Saat ini, Byju dikelola oleh petugas yang ditunjuk oleh pengadilan karena sudah masuk dalam tahap likuidasi, yang mirip dengan PKPU di Indonesia. Penggugat PKPU Byju berasal dari kreditur Amerika Serikat yang geram karena Byju tidak membayar utang sebesar US$ 1 miliar.

Para pegawai Byju berhadapan dengan ketidakpastian karena proses likuidasi bisa memakan waktu berbulan-bulan. Hukum yang berlaku juga tidak menjamin semua hak pegawai dipenuhi sebelum utang dan kewajiban lain Byju terpenuhi.

Meskipun demikian, perusahaan teknologi pendidikan tersebut juga telah menghadapi berbagai masalah lain yang membuat investor meragukan nilai saham mereka di Byju.

Prosus, salah satu investor terbesar di Byju dengan kepemilikan sebesar 9,6%, telah menyatakan bahwa nilai saham mereka di Byju sekarang nol karena penurunan nilai bagi pemodal ekuitas.

Byju adalah startup yang bergerak di bidang pendidikan dan beroperasi di Asia Selatan dan Timur Tengah. Namun, perusahaan ini saat ini sedang menghadapi berbagai masalah keuangan dan tata kelola perusahaan.

Masalah di Byju terungkap ketika perusahaan terus-menerus menunda publikasi laporan keuangan. Ketika laporan keuangan akhirnya dirilis, pendapatan Byju jauh di bawah proyeksi.

Prosus, investor besar yang juga memiliki saham di Tencent dan OLX, juga menarik perwakilan mereka dari dewan komisaris Byju karena merasa bahwa Byju tidak mendengarkan saran para pemegang saham.

Para investor Byju juga menuding manajemen perusahaan telah berbohong terkait penggalangan dana sebesar US$ 200 juta yang diumumkan tahun ini.

HSBC juga menyatakan bahwa saham Byju hampir tidak memiliki nilai. Dalam riset mereka, HSBC menganggap kepemilikan Prosus atas 10% saham Byju tidak lagi layak untuk dipertimbangkan.

(Artikel ini merupakan kutipan dari CNBC Indonesia)

Exit mobile version