Telegram Meraih Untung Pertama Kali Setelah 11 Tahun Beroperasi
Aplikasi pesan instan Telegram akhirnya mampu meraih keuntungan untuk pertama kalinya setelah beroperasi selama 11 tahun. Dengan pendapatan yang diperkirakan melebihi US$1 miliar (sekitar Rp 16,2 triliun), Telegram juga memiliki cadangan uang tunai sebesar US$500 juta. Pencapaian ini menjadi penanda penting setelah perusahaan ini mengalami masalah keuangan dan utang yang cukup signifikan.
Sejak diluncurkan pada tahun 2013, Telegram awalnya menawarkan layanan pesan instan secara gratis. Namun, baru-baru ini Telegram mulai menerapkan strategi monetisasi baru seperti layanan berlangganan premium dengan harga US$4,99 per bulan. Saat ini, Telegram telah berhasil menarik 12 juta pengguna berbayar dan juga melakukan pendekatan iklan yang lebih agresif.
Pendiri Telegram, Pavel Durov, telah berhasil melunasi sebagian besar utang perusahaan senilai US$2 miliar. Durov juga menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan keuangan perusahaan sambil tetap menghormati privasi pengguna. Meskipun mencapai kesuksesan finansial, Telegram tetap harus menghadapi tantangan dalam pengawasan global terkait moderasi konten.
Dengan hampir 950 juta pengguna aktif bulanan, Telegram telah berhasil memposisikan diri sebagai platform perpesanan yang mengedepankan privasi dan kemandirian pengguna. Meskipun begitu, aplikasi ini juga dihadapkan pada kontroversi terkait minimnya penyaringan konten yang mengakibatkan potensi pemblokiran di beberapa negara. Telegram terus berupaya mengatasi tantangan keuangan dan regulasi yang kompleks untuk mempertahankan posisinya sebagai salah satu aplikasi pesan instan terbesar di dunia.