Badai PHK massal telah menjadi momok menakutkan di industri teknologi, dengan tren ini masih berlanjut hingga kini. Dalam beberapa tahun ke depan, raksasa teknologi seperti Microsoft dan Meta Platforms (Facebook, Instagram, WhatsApp) menggunakan strategi baru untuk melakukan PHK. Mereka memangkas karyawan dengan alasan ‘kinerja buruk’, sehingga kontroversi muncul terkait proses PHK yang dilakukan. Misalnya, dilaporkan bahwa beberapa karyawan Microsoft yang menjadi korban PHK tidak diberikan pesangon, sementara Meta menyebut 3.600 karyawan yang dipecat adalah individu dengan kinerja paling rendah di perusahaan. CEO Meta, Mark Zuckerberg, telah menyatakan bahwa perusahaan telah meningkatkan standar kinerja karyawan sejak pertengahan Januari. Namun, banyak karyawan yang terkena PHK merasa bingung dengan penilaian kinerja yang digunakan oleh perusahaan.
Bahkan, beberapa karyawan yang terkena PHK di Meta membagikan pengalaman mereka di platform LinkedIn. Salah satu mantan Content Manager Meta, Kaila Curry, mengungkapkan bahwa dia dipecat meskipun kinerjanya melebihi ekspektasi berdasarkan laporan tengah tahun. Hal ini menunjukkan adanya ambiguasi dalam penilaian kinerja yang digunakan oleh perusahaan. Selain itu, banyak karyawan yang terkena PHK menyebut label ‘kinerja buruk’ yang diberikan oleh perusahaan sebagai tidak akurat dan tidak adil, karena label tersebut bersifat subjektif dan dapat berpotensi merugikan karyawan yang terkena PHK dalam mencari pekerjaan baru.
Beberapa ahli menilai bahwa penilaian ‘kinerja rendah’ yang diterapkan kepada karyawan yang di-PHK dapat merugikan mereka dan tidak selalu mencerminkan kinerja sebenarnya dari individu tersebut. Profesor kepemimpinan dan perilaku organisasi di Said Business School, Sally Maitlis, mengkritik penggunaan label tersebut karena dinilai tidak membantu karyawan dalam kemajuan karirnya. Sementara itu, profesor perilaku organisasi di London Business School, Dan Cable, berpendapat bahwa label ‘berkinerja buruk’ dapat menjadi hambatan bagi karyawan yang sebenarnya memiliki potensi tinggi di tempat kerja lain. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian kinerja yang subjektif dan tidak akurat dapat merugikan karyawan yang terkena PHK, serta dapat menghalangi kemungkinan mereka mendapatkan pekerjaan baru di masa depan.