Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan segera menggelar Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan terkait dugaan kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol). Hal ini dilakukan sebagai langkah serius setelah ditemukan adanya indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjaman berbasis teknologi.
Penyelidikan KPPU menemukan bahwa sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang merupakan anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama. Mereka disinyalir melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, menyatakan bahwa pengaturan bersama mengenai tingkat bunga antar pelaku usaha pinjaman online dapat merugikan konsumen serta membatasi kompetisi dalam industri tersebut. Dalam pemantauan struktur pasar, terlihat bahwa terdapat konsentrasi tinggi pada beberapa pemain utama di industri pinjol.
Rapat Komisi KPPU pada tanggal 25 April 2025 memutuskan untuk menaikkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan untuk menguji validitas temuan dan membuka ruang pembuktian lebih lanjut. Jika terbukti melanggar, pelaku usaha bisa dikenakan sanksi administratif berupa denda atau sebagainya.
KPPU menegaskan bahwa penanganan kasus ini bertujuan untuk menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat di sektor keuangan digital. Ekspansi industri pinjaman online di Indonesia membutuhkan pengawasan ketat untuk mencegah adanya praktek anti-persaingan yang merugikan konsumen dan menghambat inklusi keuangan.
Dengan temuan ini, KPPU berharap regulator dapat merevisi standar industri, mengontrol asosiasi lebih ketat, dan mendorong penurunan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif. Selain itu, penegakan hukum ini juga dianggap sebagai sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital. Proses lanjutan dari kasus ini akan disusun dan diumumkan oleh KPPU.