Tanda perubahan iklim yang mengkhawatirkan mulai terlihat di kutub. Biasanya tertutup es, kini warna putih yang biasa mendominasi berubah menjadi biru. Menurut laporan dari University of Colorado Boulder, perubahan signifikan di wilayah kutub dapat terjadi dalam kurun waktu 10 tahun. Dalam beberapa dekade terakhir, penurunan drastis terjadi dalam jumlah es di kutub. Contohnya, pada bulan September 2023, luas es di Samudra Arktik hanya tersisa sekitar 3,3 juta kilometer persegi.
Para ilmuwan dari Institut Penelitian Arktik dan Alpine CU Boulder mengungkapkan bahwa tutupan es diperkirakan hanya akan tersisa di bawah satu juta kilometer dalam empat tahun ke depan, bahkan bisa terjadi lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, yaitu sekitar 18 tahun. Penyebab utama dari fenomena ini adalah emisi gas rumah kaca. Peningkatan pemanasan global yang disebabkan oleh penyerapan lebih banyak panas Matahari oleh lautan menyebabkan es mencair secara signifikan.
Dampak dari mencairnya es di kutub tidak hanya dirasakan oleh hewan-hewan yang tinggal di sana, seperti anjing laut, beruang kutub, dan ikan yang bermigrasi ke Samudra Arktik, tetapi juga oleh manusia yang tinggal di sekitar perairan. Besarnya gelombang laut yang disebabkan oleh menyusutnya es laut turut memengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar wilayah tersebut.
Namun, ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini, yaitu dengan meminimalkan emisi gas rumah kaca sebanyak mungkin. Hal ini ditekankan oleh Alexandra Jahn, seorang peneliti dari Institut Penelitian Arktik dan Alpine CU Boulder. Meskipun kondisi bebas es di kutub tidak dapat dihindari sepenuhnya, menjaga emisi gas rumah kaca pada tingkat yang rendah dapat membantu mencegah terjadinya “bebas es” yang berkelanjutan dan merugikan.