Perubahan iklim membawa konsekuensi besar bagi planet Bumi. Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature mengungkapkan bahwa anak-anak yang lahir pada tahun 2020 menghadapi risiko bencana iklim yang semakin parah. Ancaman ini meliputi gelombang panas, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan gagal panen dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Para peneliti memproyeksikan bahwa generasi anak yang lahir pada tahun 2020 memiliki hingga 7 kali lipat kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami peristiwa iklim langka daripada generasi kelahiran 1960. Jika pemanasan global terus berlanjut pada jalur saat ini, diperkirakan suhu global dapat meningkat hingga 2,7°C pada tahun 2100. Jika pemanasan mencapai 3,5°C, risiko bagi anak-anak semakin meningkat.
Ketimpangan generasi ini sangat mencolok menurut pimpinan studi, Luke Grant dari Canadian Centre for Climate Modeling and Analysis. Ketimpangan sosial-ekonomi turut memperburuk dampaknya, dimana anak-anak dari kelompok berpendapatan rendah cenderung lebih terpapar risiko iklim seumur hidup. Anak-anak di wilayah tropis seperti Sub-Sahara Afrika, Asia Timur, dan Amerika Selatan diperkirakan akan menjadi yang paling terdampak.
Dalam artikel yang menyertainya, dua akademisi dari Universitas Bologna, Rosanna Gualdi dan Raya Muttarak, memperingatkan tentang ketidakadilan iklim lintas generasi yang semakin nyata. Mereka mendorong aksi cepat untuk mengurangi emisi, transisi menuju nol emisi, dan memastikan keberlangsungan masa depan anak-anak dunia. Hal ini menekankan pentingnya adopsi kebijakan iklim yang konkret oleh pemerintah di seluruh dunia untuk menjaga masa depan generasi mendatang dari ancaman iklim yang semakin parah.