China semakin gencar mengembangkan kecerdasan buatan (AI) dalam persaingan sengit dengan Amerika Serikat (AS) untuk mendominasi teknologi tersebut. Baru-baru ini, Baidu, yang dijuluki sebagai ‘Google versi China,’ mengumumkan langkah baru dengan membuka akses model besar bahasa (LLM) miliknya, ERNIE, untuk dunia secara bertahap. Pada Bulan Maret, Baidu menyatakan bahwa model ERNIE X1 terbarunya memiliki performa setara dengan DeepSeek R1, namun dengan harga yang lebih rendah.
Langkah ini dipandang sebagai salah satu langkah besar China dalam perlombaan teknologi AI, terutama setelah popularitas DeepSeek yang menghebohkan dunia Barat. Dengan langkah ini, China tidak hanya memperkuat dominasinya dalam bidang ini, tetapi juga secara terang-terangan menantang dominasi AS di sektor AI.
Perubahan cepat dalam biaya dan akses model AI diprediksi dapat mengubah lanskap industri secara signifikan. Meskipun dampak dari Baidu tidak sebesar DeepSeek pada awal peluncurannya, langkah ini disebut dapat mengubah dinamika persaingan AI secara global. Ren, seorang profesor komputer di University of Southern California, menyatakan bahwa langkah Baidu memberikan tekanan pada penyedia tertutup seperti OpenAI dan Anthropic untuk membuka API yang dibatasi dengan harga premium.
Baidu yang membuka ERNIE sebagai open source diprediksi dapat menjadi ancaman serius bagi pesaingnya di AS dan China dalam hal harga. Alec Strasmore dari Epic Loot menyebut langkah ini sebagai pelemparan bom molotov ke dunia AI, yang memaksa perusahaan lain untuk berhenti membayar tool AI dengan harga tinggi. CEO Baidu, Robin Li, mengatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk mempercepat inovasi global.
Meskipun beberapa pengamat di AS meragukan dampaknya karena minimnya pemahaman publik terhadap Baidu, dampaknya terhadap lanskap global dipandang serius. Meskipun tidak terlalu berdampak di AS, keputusan Baidu untuk menjadi open source dapat membawa perubahan besar dalam industri AI secara global.