Terkini, ketegangan geopolitik antara China dan Taiwan kembali memanas, kali ini melalui serangan siber yang semakin intens terjadi. Laporan terbaru dari perusahaan keamanan siber Proofpoint mengungkap bahwa peretas yang terafiliasi dengan China telah menargetkan industri semikonduktor dan analis investasi Taiwan dalam serangkaian kampanye spionase siber. Serangan ini dilaporkan berlangsung sejak bulan Maret hingga Juni 2025 dan diyakini masih terus berlangsung.
Para peneliti mencatat bahwa entitas yang sebelumnya tidak pernah menjadi sasaran sekarang mulai diserang oleh peretas. Mereka menggunakan berbagai teknik manipulatif, termasuk menyamar sebagai pencari kerja menggunakan akun email universitas Taiwan yang telah diretas. Serangan ini terjadi di tengah pembatasan ketat ekspor chip rancangan AS ke China, dimana mayoritas produksi chip dilakukan di Taiwan.
Kendati demikian, pemerintahan Trump baru-baru ini melunak dan membuka akses chip dari AS ke China, dengan imbalan China mengizinkan pengiriman logam tanah jarang ke AS. Namun, kebijakan yang kerap berubah-ubah oleh pemerintahan Trump membuat industri selalu dalam keadaan siaga. China terus berupaya untuk mengembangkan industri chip dalam negeri guna mengurangi ketergantungan pada AS, terutama dalam produksi chip untuk teknologi kecerdasan buatan (AI).
Para peneliti yang terlibat enggan mengungkap siapa saja target serangan peretasan terbaru yang dilancarkan China ke Taiwan, namun mereka menyebutkan sekitar 15 hingga 20 organisasi yang menjadi sasaran. Termasuk dalam target tersebut adalah perusahaan kecil, analis yang bekerja di bank internasional berbasis AS, dan perusahaan global berskala besar.
Juru bicara Kedutaan Besar China di Washington menyatakan bahwa serangan siber merupakan ancaman umum yang dihadapi oleh semua negara, termasuk China. Mereka menegaskan bahwa China menentang dan memerangi segala bentuk serangan siber dan kejahatan dunia maya yang terjadi.