Amazon telah mengumumkan operasi 1 juta robot pekerja yang dijalankan dengan kecerdasan buatan (AI), menegaskan posisinya sebagai pemimpin dalam manufaktur dan operator robotik mobile. Model terbaru kecerdasan buatan mereka, DeepFleet, akan mengoptimalkan gerakan robot pekerja di pusat pemenuhan pesanan, mempercepat waktu pengiriman dan mengurangi biaya pengiriman. Sejak awal peran robot di fasilitas penyimpanan Amazon pada tahun 2012 untuk memindahkan rak inventaris, perkembangan dan peningkatan kapasitas robot pekerja di Amazon semakin pesat.
Meskipun penggunaan robot berbasis AI menjanjikan peningkatan produktivitas, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait keberlangsungan pekerjaan manusia. Amazon, dalam upaya untuk mengatasi keprihatinan ini, berusaha untuk memperluas kesempatan pengembangan keterampilan teknis bagi karyawan. Namun, menyusul peluncuran cepat AI generatif Amazon, CEO Andy Jassy memperkirakan penurunan jumlah tenaga kerja di masa mendatang sebagai hasil otomatisasi teknologi. Meskipun demikian, Amazon berkomitmen untuk merekrut lebih banyak karyawan di bidang AI, robotika, dan sektor lainnya.
Meski Amazon terus melakukan peningkatan teknologi dalam operasinya, perusahaan mengalami pemangkasan pekerjaan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dampak AI terhadap tenaga kerja manusia juga terlihat di banyak perusahaan lain, dengan lebih dari 153.000 karyawan di industri teknologi diberhentikan tahun lalu. Sekitar 48% perusahaan di AS juga berencana untuk mengurangi tenaga kerja mereka karena AI, menurut laporan Forum Ekonomi Dunia. Dengan pergeseran ini dalam kebutuhan pekerjaan manusia, perusahaan-perusahaan diharapkan akan terus menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi untuk tetap kompetitif di era yang semakin terotomatisasi.