Berita  

Data Warga RI untuk Trump Bisa Berujung Petaka, Kata Peneliti UI

Pemerintahan Donald Trump telah menambahkan aspek transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dalam pernyataan terkait kesepakatan tarif resiprokal antara kedua negara. Pengumuman tersebut mengungkapkan penurunan tarif impor AS untuk produk asal RI menjadi 19% dari sebelumnya 32%. Meskipun demikian, poin transfer data pribadi menuai kontroversi karena melibatkan aspek-aspek seperti kedaulatan digital, hak privasi, dan tata kelola data nasional.

Ibra Kholilul Rohman, peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FE UI, menggarisbawahi betapa pentingnya kebijakan kedaulatan data dalam konteks transfer data lintas batas. Indonesia telah menetapkan regulasi seperti UU No. 27/2022, PP No. 71/2019, dan POJK No.13/POJK.03/2020 serta No.4/POJK.05/2021 untuk mengatur pemrosesan data, penyimpanan data strategis, dan penggunaan pusat data di dalam negeri.

Ibra menekankan perlunya verifikasi standar perlindungan data AS dan Indonesia sebelum melanjutkan transfer data pribadi. Potensi risiko seperti melemahkan posisi hukum warga negara, menurunkan kedaulatan hukum Indonesia, dan jumlah eksploitasi data harus dipertimbangkan dengan cermat. Penguatan kapasitas perlindungan data nasional, sistem audit, dan transparansi data yang ditransfer juga menjadi fokus terpenting.

Dalam menghadapi situasi ini, Ibra menganjurkan penundaan implementasi klausul hingga tercapai mekanisme pengakuan kecukupan mutual antara Indonesia dan AS. Kesiapan infrastruktur data center dan cybersecurity nasional juga perlu ditingkatkan sesuai dengan standar internasional. Pada intinya, Indonesia perlu menjaga hati-hati dalam menjalankan kesepakatan tersebut demi melindungi kedaulatan digital dan memperkuat tata kelola data nasional.

Source link