Berita  

Robot Pembunuh Israel: Fakta dan Mitos

Puluhan ribu warga Palestina tewas dalam konflik bersenjata melawan Israel sejak Oktober 2023. Korban meliputi ribuan anak yang turut menjadi korban dari penggunaan senjata canggih, termasuk drone berbasis kecerdasan buatan atau AI. Teknologi AI ini tidak hanya digunakan oleh Israel, tetapi juga negara lain seperti Amerika Serikat (AS) dan China. Meskipun teknologi ini dikritik sebagai ‘robot pembunuh’ yang dapat menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan terhadap kemanusiaan, beberapa negara seperti AS, Israel, Rusia, dan Australia tetap kukuh dalam pengembangan senjata berbasis AI.

Sejumlah negara telah berusaha melobi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melarang penggunaan drone pembunuh yang dikendalikan secara otomatis oleh sistem AI. Namun, negosiasi ini banyak dihalangi oleh negara-negara yang memiliki kepentingan dalam pengembangan teknologi militer. Laporan Time juga menyebutkan bagaimana program AI seperti “The Gospel”, “Lavender”, dan “Where’s Daddy?” telah digunakan dalam kampanye militer untuk membasmi kelompok Hamas di Gaza. Hal ini menjadi indikasi bahwa penggunaan teknologi AI dalam konflik bersenjata merupakan tantangan etika dan hukum yang serius bagi masyarakat internasional. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) juga mengaku telah mengembangkan program senjata otomatis yang memberikan dampak besar dalam jumlah korban di Gaza.

Terlepas dari kontroversi yang melingkupi penggunaan teknologi ini, para veteran militer Israel mengatakan bahwa teknologi AI telah mempercepat proses identifikasi target dan pelaksanaan serangan udara. Dibandingkan dengan masa lalu, di mana diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengidentifikasi target, sekarang AI dapat menyelesaikan tugas tersebut dalam hitungan minggu. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran teknologi dalam konflik bersenjata modern, namun juga mengingatkan akan perluasan etika dalam penggunaan senjata otomatisasi.

Source link

Exit mobile version