Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana ‘perang’ tarif terhadap negara-negara yang memberlakukan regulasi terkait pajak digital. Negara-negara ini berpotensi dikenakan tarif tambahan sebagai sanksi. Pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan langkah serupa terhadap Uni Eropa atau pejabat negara anggota yang menjalankan Undang-Undang Layanan Digital di wilayah tersebut.
Banyak negara, terutama di Eropa, telah menerapkan pajak atas pendapatan penjualan layanan digital dari perusahaan teknologi besar seperti Google, Facebook, Apple, dan Amazon. Persoalan ini telah menjadi kendala perdagangan bagi Amerika Serikat. Trump memperingatkan bahwa jika tindakan diskriminatif terhadap teknologi AS tidak dihapuskan, AS akan memberlakukan tarif tambahan dan membatasi ekspor teknologi ke negara-negara tersebut.
Selain itu, pemerintah AS juga memandang aturan pajak digital tersebut sebagai ancaman yang merugikan bagi teknologi AS dan membuka jalan bagi China untuk bersaing dengan teknologi AS. Sebelumnya, Trump telah menyinggung pengenaan tarif tambahan terhadap Kanada dan Prancis terkait masalah serupa.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia tengah memperhatikan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital yang sedang berkembang cepat. Nilai transaksi ekonomi digital terus meningkat, dan pemerintah Indonesia fokus pada penerimaan pajak dari transaksi digital. Melalui kebijakan baru, pemerintah Indonesia memastikan platform e-commerce sebagai pemungut pajak penghasilan sebesar 0,5% dari penjualan online. Selain pajak digital, peraturan perpajakan juga mulai diatur untuk aset kripto dengan kebijakan yang sesuai untuk menjaga penerimaan negara.
Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia terkait pajak digital dan aset kripto ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara sambil menjaga keseimbangan dalam sistem perpajakan global. Upaya ini sejalan dengan kebijakan global beberapa negara untuk menerapkan pajak minimum global bagi perusahaan multinasional guna memastikan keadilan dalam pembayaran pajak global.