Berita  

Banjir Duit Potensial Pindah ke Indonesia

Malaysia menghadapi berbagai tantangan dalam upaya menjadi raja pusat data global, terutama tekanan dari Amerika Serikat untuk menahan China. Negara ini ditekan untuk melarang perusahaan China menggunakan wilayahnya sebagai akses ke chip AI AS. Diketahui bahwa China dilarang menggunakan chip tersebut karena aturan kontrol ekspor dari Washington. Malaysia telah mengumumkan persyaratan izin untuk aktivitas terkait chip AS, termasuk chip buatan Nvidia, sejak Juli. Hal ini mencakup semua ekspor, pengiriman ulang, dan transit chip berkinerja tinggi.

Para ahli memperkirakan pengawasan terhadap proyek ini akan terus meningkat karena Malaysia sedang berupaya menyelesaikan kesepakatan dagang dengan AS. Departemen Perdagangan AS khawatir tentang pusat data di luar China yang dapat membeli chip AI dan melatih modelnya di China, dengan potensi penggunaan di sektor militer. Malaysia juga menghadapi kendala kapasitas jaringan listrik dan sumber daya air.

Meskipun Malaysia mulai menarik investasi dari perusahaan teknologi AS seperti Microsoft, Amazon, dan Alphabet, namun mereka juga bersaing dengan perusahaan China seperti Tencent, Huawei, dan Alibaba. Di sisi lain, Indonesia menawarkan biaya tanah dan listrik yang lebih murah, serta potensi permintaan lokal terhadap AI. Banyak perusahaan lebih memilih untuk membangun di Johor, Malaysia daripada di Singapura yang lebih mahal.

Hingga Desember 2024, terdapat 12 pusat data yang beroperasi di Johor dengan total kapasitas 369,9 MW. Laporan Knight Frank memperkirakan akan ada tambahan 28 pusat data lagi dengan total kapasitas 898,7 MW. Johor telah berhasil mengamankan 42 proyek investasi dengan total nilai 164,45 miliar ringgit hingga kuartal kedua 2025, yang menyumbang 78,6% kapasitas operasional IT di Malaysia.

Source link

Exit mobile version