Teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin berkembang dengan pesat, salah satu di antaranya adalah kemampuan AI dalam menghidupkan kembali suara orang yang telah meninggal. Sebuah cerita dari Reuters mengungkapkan pengalaman Diego Felix Dos Santos ketika mendengarkan kembali suara ayahnya melalui AI. Meskipun awalnya ragu, Dos Santos merasakan kesempurnaan suara tersebut, membuatnya merasa seolah sang ayah masih ada di sisinya.
Setelah kehilangan ayahnya, Dos Santos merasakan kekosongan dalam hidupnya. Namun, setelah merekam pesan suara ayahnya dan menggunakan platform generator suara Eleven Labs, dia berhasil menciptakan percakapan baru yang menyentuh hatinya. Penggunaan teknologi AI untuk berkomunikasi dengan orang yang telah tiada setelah kematian, semakin menjadi tren di masyarakat.
Di balik kenyamanan yang ditawarkan, beberapa ahli memperingatkan tentang risiko etika dan emosional yang mungkin timbul dari penggunaan teknologi AI ini, mulai dari masalah persetujuan hingga perlindungan data. Namun, pasar teknologi AI yang dirancang untuk membantu orang dalam mengatasi kesedihan, terus tumbuh.
Robert LoCascio, pendiri Eternos, misalnya, menciptakan perusahaan berbasis AI untuk membantu orang menciptakan kloning digital diri mereka. Hingga saat ini, sudah lebih dari 400 orang menggunakan platform tersebut untuk mengabadikan kenangan mereka. Meskipun kemungkinan teknologi ini menjadi alat untuk mengatasi kesedihan, namun juga memunculkan kekhawatiran terkait etika dan dampak psikologis dari penggunaannya.
Kesimpulannya, meskipun teknologi AI dapat memberikan kenyamanan dan kenangan bagi orang yang ditinggalkan, kita perlu mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh. Seiring dengan berkembangnya teknologi ini, penting untuk menjaga transparansi dan etika dalam penggunaannya agar dapat memberikan manfaat yang maksimal tanpa menimbulkan masalah yang lebih kompleks di kemudian hari.