Air hujan, yang selama ini dianggap sebagai simbol kesegaran, ternyata tidak seluruhnya bersih. Hasil penelitian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari aktivitas manusia di perkotaan. Temuan ini menjadi peringatan bahwa polusi plastik kini sudah merambah atmosfer, tidak hanya mencemari tanah dan laut.
Muhammad Reza Cordova, peneliti BRIN, menjelaskan bahwa partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk akibat degradasi limbah plastik yang melayang di udara dari aktivitas manusia. Berbagai sumber partikel mikroplastik ini, seperti serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, hingga degradasi plastik di ruang terbuka, diketahui menyebabkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di Jakarta.
Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah merambah atmosfer. Partikel mikroplastik bisa terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, aktivitas industri, dan kemudian turun kembali bersama hujan. Hal ini dapat membahayakan kesehatan karena partikel mikroplastik yang sangat kecil bisa terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui makanan dan air.
Studi global telah menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menyebabkan dampak kesehatan serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Oleh karena itu, BRIN mendorong langkah konkret lintas sektor dalam mengatasi masalah ini, mulai dari pemantauan kualitas udara dan air hujan secara rutin hingga edukasi publik tentang pengurangan penggunaan plastik.
Dengan demikian, kesadaran masyarakat dalam mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan menjadi kunci penting dalam menekan polusi mikroplastik. Air hujan yang kini mengandung partikel plastik seharusnya menjadi refleksi perilaku manusia terhadap bumi, sehingga langkah preventif dan edukasi menjadi sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan.












