PBB Minta AS dan China Hentikan Persaingan Teknologi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan peringatan keras kepada dua kekuatan besar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menegaskan bahwa persaingan dalam teknologi tidak boleh mengorbankan masa depan bumi. Ia mengingatkan bahwa malapetaka sudah di depan mata jika dunia masih bergantung pada bahan bakar fosil.
Dalam pidatonya di markas besar PBB, Guterres menyoroti maraknya pembangunan pusat data (data center) berbasis gas dan batu bara, terutama di tengah meningkatnya kebutuhan listrik akibat perkembangan kecerdasan buatan (AI). Ia menekankan bahwa masa depan teknologi harus ditenagai oleh energi bersih.
Guterres juga meminta pemerintah di seluruh dunia untuk menyiapkan rencana iklim nasional yang baru guna mencapai target Perjanjian Paris sebelum September. Dia menyatakan bahwa momen ini merupakan peluang besar bagi pemerintah untuk memenuhi seluruh permintaan listrik baru dengan energi terbarukan serta menggunakan air secara berkelanjutan dalam sistem pendingin.
AS dan China, sebagai dua negara yang paling kencang mengembangkan teknologi AI dan berinvestasi pada data center, kini terjebak dalam persaingan teknologi untuk memperebutkan dominasi di bidang AI.
Peringatan ini disampaikan sebelum Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan Rencana Aksi AI dari pemerintahannya. Trump sebelumnya telah menetapkan status darurat energi nasional untuk mengatasi tingginya kebutuhan listrik pusat data dalam menjalankan AI, serta untuk mempermudah pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar gas, batu bara, dan nuklir guna bersaing dengan China.
Namun, di saat yang sama, Trump juga telah mengeluarkan perintah eksekutif dan menandatangani undang-undang “One Big Beautiful Bill Act” yang membatasi insentif untuk energi angin dan surya, dua sumber energi terbarukan yang saat ini mendominasi daftar antrean pembangkit listrik baru yang akan tersambung ke jaringan listrik.