Meta membongkar taktik China menguasai dunia dengan memberikan pengaruh terselubung dan meningkatkan kampanye disinformasi. Tindakan itu dapat diperparah oleh kemajuan kecerdasan buatan (AI) generatif.
Pernyataan tersebut diungkap perusahaan induk Facebook dalam laporan triwulanan terbarunya. Menurut laporan itu, hanya Rusia dan Iran yang berada di peringkat di atas China dalam hal kampanye perilaku tidak autentik terkoordinasi (CIB). Perilaku ini biasanya melibatkan penggunaan akun palsu dan metode lain yang dimaksudkan untuk memanipulasi debat publik demi tujuan strategis.
Meta mengatakan pihaknya menemukan ada tiga jaringan CIB pada kuartal ketiga, dua berasal dari China dan satu dari Rusia. Salah satu jaringan CIB China ditemukan ketika sedang melakukan operasi besar yang mengharuskan Meta menghapus 4.780 akun Facebook.
“Orang-orang di balik aktivitas ini menggunakan akun palsu biasa dengan gambar profil dan nama yang disalin dari tempat lain di internet untuk memposting dan berteman dengan orang-orang dari seluruh dunia,” kata Meta mengenai jaringan China.
Disinformasi di Facebook muncul sebagai masalah besar menjelang pemilu AS tahun 2016 lalu. Saat itu aktor asing, terutama dari Rusia, mampu menyebarkan sentimen di situs tersebut, terutama dengan tujuan untuk mendukung pencalonan Donald Trump.
Sejak itu, Facebook berada di bawah pengawasan yang lebih ketat untuk memantau ancaman dan kampanye disinformasi serta untuk memberikan transparansi yang lebih besar kepada publik.
Meta pada Agustus lalu sudah pernah menghapus kampanye disinformasi terkait China, jumlahnya mencapai 7.700 akun Facebook yang terkait dengan jaringan CIB.
Salah satu tren yang diperhatikan Meta mengenai kampanye CIB adalah meningkatnya penggunaan berbagai platform online seperti Medium, Reddit, dan Quora, dibandingkan dengan pelaku kejahatan yang mensentralisasi aktivitas dan koordinasi mereka di satu tempat.
Perusahaan tersebut mengatakan, munculnya AI generatif menciptakan tantangan tambahan dalam hal penyebaran disinformasi. Namun sejauh ini pihaknya belum melihat bukti bahwa teknologi AI digunakan untuk membuat klaim peretasan.