Berita  

Dapat Izin BKPM, J&T Express Menggunakan Nama Warga RI, Bagaimana Bisa?

Dapat Izin BKPM, J&T Express Menggunakan Nama Warga RI, Bagaimana Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia – J&T Express secara terang-terangan mengungkapkan modus operandi mereka untuk mengelabui hukum dalam pembatasan investasi asing di Indonesia. Para ahli hukum di Indonesia mempertanyakan keputusan regulator dalam memberikan izin usaha kepada J&T Express.

Informasi ini terungkap dalam prospektus J&T. Menurut perusahaan, mereka memiliki risiko pelanggaran regulasi karena adanya Daftar Negatif Investasi (DNI) yang membatasi kepemilikan asing dalam bidang kurir sebesar 49%.

Perusahaan menjelaskan bahwa mereka mendaftarkan PT Global Jet Express (nama perusahaan J&T Indonesia) sebagai perusahaan modal dalam negeri (PMDN). Prospektus tersebut mengungkapkan bahwa J&T melakukan bisnis dengan entitas afiliasi, perusahaan Indonesia, serta anak perusahaan yang beroperasi di dalam negeri.

“Dengan cara ini, kami melakukan bisnis melalui entitas afiliasi di Indonesia, perusahaan induk di Indonesia, dan anak perusahaan. Kami memiliki kontrak dengan perusahaan induk di Indonesia, baik dengan pemegang saham korporasi maupun individu,” tulis prospektus J&T.

Dengan demikian, J&T Global memiliki kendali efektif atas entitas afiliasi konsolidasi di Indonesia. Mereka juga mendapatkan manfaat ekonomi dan memiliki opsi untuk membeli semua saham perusahaan di Indonesia jika diizinkan oleh hukum setempat.

Sebagai informasi, diketahui bahwa PT Global Jet Express memiliki status PMDN dalam catatan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM. Namun, hal ini berbeda dengan yang tercantum dalam prospektus, di mana perusahaan tersebut sepenuhnya dimiliki oleh Winner Star Holding Ltd. Selanjutnya, Winner Star dimiliki oleh Onwing Global Limited.

J&T Global Express Limited diketahui menjadi pemilik perusahaan. Pemegang saham utama J&T Global Express adalah pendiri Jet Lie Lie.

Frank Alexander Hutapea, mitra dari Hotman Paris & Partners, memberikan pendapatnya mengenai masalah ini. Kunci dari permasalahan ini adalah Pasal 33 Undang-Undang Penanaman Modal dan Pasal 12 Undang-Undang Pos, yang melarang pelaku usaha membuat perjanjian bisnis menggunakan nama orang lain.

Frank meminta kementerian terkait untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan melanggar aturan yang ada. “Harap ditanyakan kepada kementerian terkait apakah ini melanggar Undang-Undang investasi dan apakah penggunaan pihak ketiga melalui perjanjian kontraktual ini dilarang? Apakah ini adalah pihak ketiga yang digunakan sebagai penampung?”, ungkapnya kepada CNBC Indonesia.

Izin usaha di Indonesia diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal yang dipimpin oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Sementara itu, industri kurir diatur oleh Kementerian Perhubungan yang dipimpin oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Baik BKPM maupun Kemenhub belum memberikan tanggapan atas pertanyaan dari CNBC Indonesia mengenai izin usaha J&T Express.

Indonesia diketahui sebagai pasar pertama bagi J&T. Perusahaan ini kemudian melakukan ekspansi dengan bekerja sama dengan sejumlah e-commerce, seperti menyediakan layanan logistik untuk Taobao milik Alibaba Group, Shein, dan TikTok milik ByteDance.

Meskipun begitu, separuh pendapatan J&T Express pada setengah tahun ini diketahui berasal dari China sebesar US$4 miliar.