Pertumbuhan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang pesat telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dimana emisi karbon dari produksi semikonduktor, inti dari teknologi AI, meningkat lebih dari 4 kali lipat sepanjang tahun 2024. Laporan terbaru yang dirilis oleh Greenpeace menyoroti lonjakan emisi karbon dari perusahaan teknologi besar seperti Nvidia dan Microsoft yang bergantung pada produsen chip seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing (TSMC), SK Hynix, Samsung Electronics, dan Micron Technology.
Menurut Greenpeace, sebagian besar pabrik chip ini berlokasi di Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang, wilayah yang bergantung pada bahan bakar fosil untuk pasokan listriknya. Meskipun TSMC mengklaim bahwa emisi per unit produksinya menurun pada 2024, total emisi masih mengalami lonjakan drastis. Dalam realitasnya, kebutuhan listrik industri chip mengakibatkan pemerintah di Asia Timur menggandakan jejak karbon mereka.
Laporan juga mengungkap bahwa emisi global dari industri chip AI naik 357% pada 2024, melampaui lonjakan penggunaan listrik sebesar 351%. Jepang menjadi penyumbang utama peningkatan intensitas emisi, terutama seiring dengan perkembangan industri chip di negara tersebut. Di Taiwan, lebih dari 83% listrik dihasilkan dari bahan bakar fosil, sedangkan di Jepang dan Korea Selatan, angkanya masing-masing adalah 68,6% dan 58,5%.
Greenpeace menekankan bahwa ledakan AI justru dapat mengancam target dekarbonisasi perusahaan teknologi besar dunia, meskipun narasi populer menyebut AI akan mempercepat transisi energi hijau. Hal ini menyebabkan kekhawatiran terkait dampak negatif teknologi AI terhadap lingkungan, yang sejalan dengan upaya global untuk mencapai dekarbonisasi dan menjaga keseimbangan ekosistem bumi.