AS dan China tengah bersaing dalam bidang teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang menjadi kunci dominasi di masa depan. AS meluncurkan kebijakan pembatasan ekspor chip ke China, yang dibalas dengan blokir ekspor mineral kunci dari China ke AS. Kedua negara terus saling menghambat perkembangan AI satu sama lain karena potensi pengaruh global dan militernya. China, di sisi lain, fokus untuk mandiri dan melepaskan ketergantungan pada AS dengan meluncurkan program pendanaan ‘Big Fund’ untuk industri semikonduktor senilai US$47,5 miliar. Potensi ekonomi global dari AI diprediksi sangat besar, sehingga negara yang berhasil memimpin dalam perkembangan AI akan menguasai dunia di masa mendatang.
Untuk mendukung pengembangan AI, AS merespons rekomendasi US-China Economic and Security Review Commission (USCC) dengan proyek serupa ‘Proyek Manhattan’ di era Perang Dunia-II. Proyek tersebut mendanai pengembangan kecerdasan buatan setara atau melebihi manusia (AGI) untuk memimpin pergeseran kekuatan global. Pemerintah AS diarahkan untuk terlibat dalam pendanaan AGI dan menjadikannya prioritas nasional di bawah Kementerian Pertahanan. USCC menekankan pentingnya AGI dalam sistem pertahanan dan keamanan AS untuk menghadapi China.
Di sisi lain, China menggemparkan dunia dengan peluncuran model AI R1 DeepSeek, yang memiliki akurasi dan kecepatan AI setara dengan AS namun dengan biaya operasional yang jauh lebih rendah. Hal ini memicu kekhawatiran di Silicon Valley, terutama karena China mampu membuktikan kekuatannya dengan biaya yang lebih efisien. AS merespons kemunculan DeepSeek dengan menuduh China menyelundupkan chip-chip yang dilarang untuk mengembangkan sistem AI tersebut. Sementara itu, Trump gencar memblokir ekspor chip ke China, meskipun hal tersebut dapat berdampak negatif pada perusahaan AS seperti Nvidia.
Dalam situasi ini, negara-negara lain seperti Uni Emirat Arab, Inggris, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia juga mulai memperhatikan pengembangan AI. Investasi dalam infrastruktur, riset, dan talenta AI menjadi fokus untuk mengikuti perkembangan teknologi kecerdasan buatan. Sektor data center juga menjadi penting sebagai infrastruktur untuk menyimpan dan memroses data AI, dengan Asia Tenggara menjadi tempat yang diminati untuk pembangunan data center karena regulasi yang memudahkan. Para expert menekankan perlunya regulasi konkret dalam pengembangan AI untuk mengurangi risiko dan dampak negatif, serta menyesuaikan diri dengan era AI yang sudah menjadi mutlak bagi masa depan manusia.