Pemanasan global telah menjadi isu penting dalam 2000 tahun terakhir, dengan bukti konkret yang diungkapkan oleh penelitian Ulf Buntgen dari University of Cambridge dan timnya. Menurut penelitian tersebut, tahun 2023 disebut sebagai periode paling panas dalam sejarah. Temuan ini menyoroti urgensi untuk mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Ulf Buntgen mengungkapkan bahwa pemanasan global saat ini sangat luar biasa dan jika tidak ada tindakan yang signifikan untuk mengurangi gas rumah kaca, tren panas ini akan terus berlanjut. Data cuaca berlimpah digunakan untuk merekam perbedaan suhu tiap tahunnya, yang menunjukkan adanya kenaikan suhu yang dramatis dalam beberapa abad terakhir.
Analisis dari penelitian tersebut juga mencatat bahwa musim panas paling dingin tercatat pada tahun 527, dengan perbedaan suhu mencapai 3,93 derajat Celcius. Selain itu, kenaikan suhu saat awal revolusi industri juga tercatat lebih rendah daripada saat ini. Hal ini menunjukkan betapa signifikan perubahan suhu saat ini dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Temuan ini juga mencerminkan bahwa kenaikan suhu saat ini jauh melebihi kesepakatan Perjanjian Paris. Perbedaan suhu tahun 2023 dengan rentang 1850-1900 mencapai 1,52 derajat Celcius, menunjukkan perlunya tindakan yang cepat dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Para ahli, seperti Jan Esper dari Johannes Gutenberg University Mainz, menekankan pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mengatasi dampak pemanasan global. Dengan menggunakan garis lingkar pohon sebagai bukti, penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai perubahan suhu yang signifikan selama 2000 tahun terakhir. Hal ini menegaskan kebutuhan untuk bertindak sekarang untuk melindungi lingkungan dan mencegah dampak yang lebih buruk di masa depan.












