Anak pra-remaja yang sering menggunakan media sosial cenderung memiliki kemampuan membaca, kosa kata, dan daya ingat yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang jarang atau tidak menggunakan media sosial sama sekali. Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah JAMA. Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya hubungan antara intensitas penggunaan media sosial dan penurunan fungsi kognitif pada remaja awal.
Menurut psikolog Mitch Prinstein dari University of North Carolina at Chapel Hill, anak-anak semakin mengalami kesulitan untuk fokus dan belajar sebaik dulu, kemungkinan disebabkan karena peran media sosial dalam mengubah cara mereka memproses informasi. Studi ini menggunakan data dari proyek Adolescent Brain Cognitive Development (ABCD) Study yang memantau ribuan anak sejak usia 9-10 tahun hingga remaja, dan hasilnya menunjukkan bahwa anak yang semakin sering menggunakan media sosial mengalami penurunan kemampuan kognitif seiring berjalannya waktu.
Dalam studi tersebut, anak-anak dikelompokkan berdasarkan intensitas penggunaan media sosial, dan hasil tes menunjukkan bahwa kelompok pengguna media sosial ringan memiliki nilai 1-2 poin lebih rendah dalam tes membaca dan memori dibandingkan yang tidak menggunakan. Bahkan penggunaan satu jam per hari sudah menurunkan skor kemampuan membaca dan mengingat. Psikolog Sheri Madigan dari University of Calgary menyebut temuan ini sebagai “efek dosis” karena media sosial tidak hanya berbahaya dalam penggunaan berlebihan, tetapi juga memiliki dampak negatif bahkan dalam dosis kecil.
Kesimpulannya, para ahli merekomendasikan perlunya kebijakan konkret terkait penggunaan media sosial oleh anak-anak. Beberapa negara seperti Denmark dan Australia sudah mengambil langkah-langkah untuk melarang atau membatasi penggunaan media sosial oleh kaum muda. Penerapan kebijakan semacam ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan anak-anak di masa depan.
