Indonesia memimpin dalam jumlah serangan buaya terhadap manusia, dengan Bangka Belitung menjadi salah satu wilayah dengan insiden serangan paling tinggi. Media asing, seperti Channel News Asia, memberitakan mengenai laporan CrocAttack yang mencatat lebih dari 1.000 serangan buaya di Indonesia selama 10 tahun terakhir, 486 di antaranya berakhir fatal. Provinsi dengan kasus serangan yang paling tinggi adalah Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Timur, menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Biological Conservation.
Peningkatan konflik antara manusia dan buaya disebabkan oleh rusaknya habitat buaya akibat aktivitas manusia di Bangka. Penambangan timah yang marak di Pulau Bangka, yang menyumbang 90% produksi timah nasional, telah menyebabkan rusaknya lingkungan dan gangguan terhadap habitat buaya, khususnya buaya muara. Tambang ilegal yang tersebar di wilayah yang seharusnya dilarang, seperti hutan lindung, memaksa buaya muara berebut wilayah dan kadang berakhir di daerah perkotaan.
Upaya penyelamatan Alobi Foundation terkadang sulit karena warga cenderung menangkap atau membunuh buaya setelah terjadi serangan. Meskipun buaya dilindungi oleh undang-undang dan tidak seharusnya ditangkap atau dibunuh, konflik dengan manusia di Bangka masih tinggi. Meski banyak buaya dibunuh dan habitat mereka terancam, populasi buaya di Bangka masih stabil. Meski demikian, belum ada data pasti mengenai jumlah buaya muara di pulau ini.