Ancaman serangan siber di Indonesia meningkat secara signifikan sepanjang tahun 2024, menunjukkan bahwa tantangan digital semakin rumit dan meluas. Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, menyampaikan hal ini dalam acara Fortinet Accelerate Asia 2025 Indonesia Edition. Laporan FortiGuard Labs mencatat bahwa terdapat 171,5 miliar aktivitas berbahaya di Indonesia selama 2024, termasuk distribusi malware sebanyak 35,2 juta dan insiden botnet mencapai 129 juta.
Ransomware menjadi ancaman yang paling dominan, dengan 1.060 deteksi ransomware di Indonesia sepanjang tahun tersebut. Edwin menjelaskan betapa repotnya jika sistem down atau backup tidak berfungsi ketika terjadi serangan ransomware. Backup harian saja tidak cukup untuk melindungi data, proses verifikasi terhadap data backup juga penting.
Dengan peningkatan jumlah perangkat dari data center, endpoint, hingga IoT, lingkungan digital semakin kompleks. Ancaman tersebut membutuhkan kombinasi teknologi, strategi, dan sumber daya manusia yang kompeten. Muchtarul Huda, Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menyoroti bahwa transformasi digital telah membawa risiko baru yang kompleks seiring dengan perkembangan teknologi.
Ancaman digital semakin canggih dan sulit dideteksi dengan teknologi seperti AI, cloud computing, dan blockchain. Selain dapat diperkuat sistem pertahanan siber, AI juga dapat dimanipulasi untuk melancarkan serangan yang lebih kompleks. Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, investasi dalam riset dan pengembangan teknologi digital sangat penting.
Keamanan siber dianggap sebagai komponen strategis dari kedaulatan digital dan daya saing nasional. Oleh karena itu, penting untuk memposisikan keamanan siber sebagai landasan kredibel dalam transformasi digital secara berkelanjutan. Sebagai upaya menghadapi ancaman serangan siber berbasis AI yang semakin ngeri, inovasi dan investasi dalam keamanan siber harus menjadi prioritas untuk menghadapi tantangan tersebut.