Berita  

NASA Mengungkap Perbedaan Nasib El Nino di Indonesia dan Amerika

Belakangan ini, El Nino menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, fenomena iklim tersebut memicu kekeringan dan cuaca ekstrem yang imbasnya cukup parah di Indonesia.

Bahkan, Lembaga Antariksa Amerika Serikat (NASA) turut mengomentari fenomena El Nino dan memberikan penjelasan. Menurut NASA, El Nino yang terjadi di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di wilayah lain.

Pantauan NASA berdasarkan data dari satelit patungan AS-Eropa yang dinamai ‘Sentinel-6 Michael Freilich’. Satelit tersebut digunakan para peneliti NASA untuk merekam level permukaan air laut dan membandingkan El Nino tahun ini dengan yang terjadi di masa lalu.

Dikutip dari situs resmi NASA, Kamis (26/10/2023), setiap El Nino tak sama. Dampaknya bisa berbeda-beda. Satelit AS-Eropa digunakan untuk mengantisipasi dampak El Nino di skala global, dengan mengawasi perubahan ketinggian permukaan air laut di Samudra Pasifik.

“Setiap El Nino sedikit berbeda,” kata Josh Willis, ilmuwan proyek Sentinel-6 Michael Freilich di Jet Propulsion Laboratory, dikutip dari situs NASA, Kamis (26/10/2023).

NASA menjelaskan bahwa air akan berekspansi ketika suhu tinggi. Jadi, level permukaan laut cenderung lebih tinggi ketika air sedang hangat.

El Nino sendiri merupakan fenomena yang karakteristiknya ditentukan oleh level air laut lebih tinggi ketimbang normal, serta temperatur samudra lebih hangat ketimbang normal di garis ekuator Pasifik. Kondisi ini kemudian akan menyebar ke arah kutub di sepanjang pantai barat AS.

“El Nino dapat menyebabkan kondisi yang lebih basah di wilayah barat daya AS, dan kekeringan hingga wilayah di Pasifik barat, termasuk Indonesia,” dikutip dari situs NASA.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa El Nino tahun ini masih terus berkembang. Namun, para peneliti masih melihat ke masa lalu untuk mendapatkan petunjuk bagaimana hal tersebut terjadi.

Ada dua El Nino ekstrem yang terjadi sepanjang 30 tahun terakhir. Pertama pada 1997 hingga 1998, lalu 2015 ke 2016. Keduanya mengakibatkan perubahan udara global dan temperatur samudra, cuaca angin dan pola hujan, serta tingkat aur laut.

Pada Oktober 1997 dan 2015, banyak area di wilayah tengah dan timur Pasifik memiliki level air lebih tinggi 18cm dari kondisi normal. Tahun ini, level air sekitar 5-8cm di atas normal.

Dua El Nino yang terjadi di masa lalu sama-sama mengalami puncak di November hingga awal Desember. Jadi, NASA meramal tahun ini puncak El Nino masih akan meningkat di hingga akhir tahun.

Exit mobile version